Sabtu, 22 Desember 2012

Penatalaksanaan Terkini Ventricular Septal Defect (VSD)

VSD (Ventricular Septal Defect) adalah Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dimana terdapat lubang pada sekat pemisah antara bilik kiri dan bilik kanan jantung (Ventricular Septal).   Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD) adalah gangguan atau lubang pada septum atau sekat di antara rongga ventrikel akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel.Kelainan ini tergolong paling sering dijumpai diantara PJB lainnya.  VSD terjadi pada 1,5 – 3,5 dari 1000 kelahiran hidup dan sekitar 20-25% dari seluruh angka kejadian kelainan jantung kongenital. Umumnya lubang terjadi pada daerah membranosa (70%) dan muscular (20%) dari septum.
Pada penderita VSD terjadi  tekanan di bilik kiri jantung lebih tinggi dibanding bilik kanan, maka darah bersih di bilik kiri yang semestinya beredar ke pembuluh utama aorta untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, sebagian akan mengalir ke bilik kanan melewati VSD. Pasien tidak terlihat biru, karena memang tak ada darah kotor yang mengalir ke sirkulasi darah bersih.
Apabila aliran darah ke bilik kanan dan pembuluh darah paru melebihi jantung normal. Akibatnya, paru-paru seolah-olah kebanjiran dan pasien merasa sesak nafas, sulit minum, sering infeksi saluran nafas/paru (BP = bronkopnemonia), berat badannya pun sulit naik. Kondisi ini terjadi bila lubang VSD besar, dan umumnya harus dilakukan operasi. Kalau lubang VSD kecil/sedang dan letaknya di area ventricular septum tertentu, memang bisa menutup atau mengecil sendiri.
4 tipe VSD :
  • VSD kecil : Biasanya tak ada gejala. Bising biasanya bukan pansistolik, tetapi bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
  • VSD sedang : Gejala tidak berat, berupa lekas lelah, batuk karena radang paru, atau gagal jantung ringan. Bising pansistolik cukup keras (lihat di atas).
  • VSD besar : Sering dengan gagal jantung pada umur1-3 bulan, sering dengan infeksiparu, kenaikan berat badan lambat. Bising seperti pada VSD sedang (lihat atas).
  • VSD besar dengan hipertensi pulmonal menetap (Sindrom Eisenmenger) : Anak sianosis; Bising sistolik lemah tipe ejeksi (lihat atas); Ada klik sistolik pendek sesudah suara I.
Gejala klinis
  • Pasien dengan ASD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan.
  • Sepuluh persen dari bayi baru lahir dengan VSD yang besar akan menimbulkan gejala klinis dini seperti takipnue (napas cepat), tidak kuat menyusu, gagal tumbuh, gagal jantung kongestif,  dan infeksi saluran pernapasan berulang. 
PENYULIT
  • Gagal Jantung
  • Hipertensi Pulmonal
  • Endokarditis Infeksiosa (ASD Primum)
Pemeriksaan Penunjang
  • Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya adalah roentgen dada yang akan memberikan hasil kondisi dan anatomi jantung yang normal (apabila VSD kecil) sampai dengan kardiomegali (pembengkakan jantung) serta peningkatan corakan vascular (pembuluh darah) paru.
  • Pemeriksaan penunjang lainnya adalah elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung serta ekokardiografi dengan doppler.
  • Kateterisasi
Tatalaksana
  • INDIKASI PERAWATAN DI RUMAH SAKIT : Gagal jantung berat., Sering menderita bronkitis (sebagai salah satu gejala gagal jantung kiri), Ada kenaikan tekanan sirkulasi kecil a. pulmonalis (P2 sangat keras). Akan dilakukan tindakan kateterisasi/operasi jantung terbuka
  • TERAPI KONSERVATIF Tatalaksana gagal jantung kalau ada, kelainan lain (infeksi, kurang gisi) dan Pencegahan endokarditis infeksiosa
  • Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan tatalaksana bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan apabila terdapat VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darah pulmonal. Gangguan atau lubang yang berukuran sedang namun tanpa disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Terapi pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokarditis (peradangan pada endokardium atau selaput jantung bagian dalam) diberikan untuk semua pasien dengan VSD.
  • TATALAKSANA PENDERITA RAWAT JALAN
  1. Medikamentosa : Pada penderita tanpa gagal jantung tidak perlu. Penderita dengan gagal jantung ringan (dengan gejala batuk) perlu digitalisasi rumatan, diuretik dan vasodilator (lihat bab gagal jantung).
  2. Kontrol : Untuk penderita tanpa keluhan : setiap 1-6 bulan, Untuk penderita dengan keluhan : tiap bulan
  3. Pemantauan : Keluhan, Gejala klinis : diperhatikan perubahan bising, dari pansistolik pendek serta klik sistolik, P2 mengeras (ke arah munculnya Sindrom Eisenmenger). Kalau perlu EKG dan foto Rontgen dada posisi tegak
  4. Operasi. Motivasi operasi setelah anak berumur 2-6 tahun, bila keadaan umum anak baik, sebelum ada hipertensi pulmonal operasi dapat dikerjakan pada umur lebih muda.
Operatif : ­     
  • VSD kecil : biasanya tidak perlu, kadang-kadang menutup spontan.
  • VSD sedang : kalau tidak ada gagal jantung dapat ditunggu sampai anak berusia 2-4 tahun dengan berat badan minimal 10 kg, sekarang operasi dapat dipertimbangkan pada umur yang lebih muda.
  • VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum menetap: dikerjakan operasi paliatif setelah  gagal  menangani  gagal jantungnya (operasi tidak langsung menutup defek, tetapi dengan operasi           pengikatan batang a. Pulmonalis = Pulmonary artery banding), setelah umur 4-6 tahun defek belum menutup, dikerjakan koreksi total.

Kenali 10 Nyeri Perut Yang Berbahaya

Nyeri perut merupakan gejala yang sering membawa pasien datang ke unit gawat darurat dan merupakan keluhan utama yang paling sering ditemukan pada pasien dengan pembedahan pada kasus gangguan di daerah perut. Meski sebagian kasus tidak berbahaya tetapi sebagian kasus lain merupakan gangguan sal;uran cerna yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius bahkan hingga kematian jika diagnosis dan terapi yang tepat terlambat diberikan. 
  1. Apendisitis akut (Radang Usus Buntu) Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan lakilaki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium, di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas  letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 – 38,5 derajat celcius. Pada anak-anak gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-  muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80 – 90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
  2. Kolesistitis akut (Infeksi Kantung Empedu) Kolesistitis akut ditandai oleh adanya nyeri pada abdomen kuadran kanan atas, biasanya disertai demam ringan dan leukositosis. Sekitar 95% pasien yang menderita kolesistitis akut dianggap menderita obstruksi duktus sistikus karena batu empedu yang tersangkut. Nyeri disebabkan oleh distensi dan peradangan vesika biliaris. Tetapi dalam hewan percobaan, obstruksi akut duktus sistikus tidak perlu menyebabkan kolesistitis akut. bakteri yang dianggap hanya memainkan peranan kecil dalam stadium dini kolesistitis akut. Hanya 5% pasien penderita kolesistitis akut tanpa adanya batu empedu. Kolesistitis akalkulosa akut menyertai puasa lama dan lazim terlihat pada pasien dengan pemberian makan parenteral total. Gejala awal pada kebanyakan pasien kolesistitis akut adalah nyeri di kuadaran kanan atas yang bisa menjalar ke punggung. Mual dan muntah tampil dalam sekitar setengah pasien dan ikterus ringan telah dilaporkan dalam sekitar 10% pasien. Kebanyakan pasien mempunyai suhu tubuh dalam rentang 38 – 39 C, serta vesica biliaris dapat dipalpasi dalam sekitar sepertiga pasien. Biasanya terdapat defance muskuler dan tanda Murphy positif.  Biasanya terjadi leukositosis dengan hitung leukosit 12.000 sampai 15.000 dan bilirubin serum berkisar dari 2 sampai 4 mg per 100 ml. Penigkatan ringan bilirubin ini dianggap sekunder terhadap peradangan duktus koledokus. Mungkin terjadi peningkatan ringan alkali fosfatase.
  3. Pankreatits akut (Infeksi Pankreas) Pankreatitis akut ditandai dengan nyeri mendadak dimulai nyeri epigastrium, yang sering menjalar ke punggung dan disertai mual dan muntah. Etiologi dari pankreatitis akut adalah alkoholisme dan kolelitiasis. Khas amilase serum dan kemudian amilase urine meningkat. Proses patologis bisa menyebabkan serangan relatif ringan karena pankreatitis edematosa. Penyakit ini bisa memburuk dengan mulainya pankreatitis hemoragika, yang disertai dengan tingginya angka mortalitas dan morbiditas yang ditandai oleh pseudokista pankreas, abses dan asites pankreas. Pada pankreatitis edematosa yang lebih sering terjadi, pankreas dan jaringan retroperitoneum sekelilingnya diinfiltrasi dengan banyak cairan interstitial. Kehilangan cairan ini (jika tidak diganti) bisa begitu masif sehingga menyebabkan syok hipovolemik. Pankreatitis hemoragika yang lebih parah disertai oleh perdarahan ke dalam parenkim pankreas dan area retroperitoneum sekelilingnya. Bisa timbul nekrosis pankreas yang luas. Khas pasien menderita nyeri epigastrium parah setelah makan besar.
  4. Kehamilan ektopik (Kehamilan Di Luar Kandungan) Kehamilan ektopik merupakan kelainan ginekologi yang sering terjadi dan mungkin mengancam nyawa dengan keluhan utama nyeri abdomen. Ia harus dicurigai pada pasien apa pun dengan ketakteraturan haid, perdarahan per vaginam dan nyeri abdomen bawah seperti kram. Secara klasik perdarahan mendahului mulainya nyeri abdomen. Sering perdarahan mula-mula minimum tetapi bisa meningkat dengan berlalunya waktu. Kehamilan ektopik menyertai penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, riwayat penyakit perdarahan pelvis sebelumnya atau kehamilan tuba sebelumnya. Kematian pada pasein kehamilan ektopik terutama disebabkan oleh pecahnya tuba uterina. Pada awalnya timbul nyeri abdomen hebat dan dapat berlanjut menjadi perdarahan pada intraabdomen sehingga menyebabkan distensi dan hipotensi.
  5. Divertikulitis Divertikulitis merupakan radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perporasi. Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses didalamnya. Tekanan tinggi didalam sigmoid yang berperan pada terjadinya divertikel juga berperan pada retensi isi usus dalam divertikel. Perporasi akibat divertikulitis menyebabkan peridivertikulitis terbatas, abses, atau peritonitis generalisata. Abses mungkin mengalami resorpsi atau meluas menjadi besar. Kadang abses menembus ke rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis generalisata dalam lumen usus atau kandung kemih. Obstruksi kronik dapat timbul karena fibrosis.
    Gejala klinis peritonitis lokal pada divertikulitis mirip dengan appendisitis akut, tetapi tempatnya berbeda. Serangan akut berupa nyeri lokal kiri bawah atau suprapubik.
  6. Penyakit peradangan pelvis (Pelvic Inflamatory Disease) Penyakit peradangan pelvis dan salpingitis khas timbul pada wainta dengan gejala nyeri abdomen bawah difus dan demam tinggi. Suhu tubuh meningkat dalam penyakit bedah umum, tetapi bisa meningkat hingga 39,5 C – 40,0 C pada pasien peradangan pelvis. Nyeri dan demam penyakit peradangan pelvis secara klasik timbul selama atau tepat setelah masa haid, suatu fakta yang kadang-kadang bermanfaat dalam membedakan penyakit peradangan pelvis dari appendisitis. Pasien penyakit peradangan pelvis bisa mempunyai riwayat salpingitis atau sekret vagina sebelumnya.7
  7. Perporasi ulkus peptikum Perporasi atau pecahnya saluran cerna menyebabkan nyeri perut hebat bagian atas secara mendadak. Sreing pasien mengingat mulai nyeri secara tepat. Perporasi traktus gastrointestinalis yang sering terjadi adalah akibat perporasi ulkus peptikum dan perporasi ulkus ventrikuli. Pasien bisa mempunyai gejala penyakit ulkus peptikum kronik sebelumnya, tetapi pada beberapa pasien lain perporasi akut bisa manifestasi pertama kelainan ini. Peritonitis kimiawi disebabkan oleh kebocoran isi duodenum dan/atau lambung. Terjadi pencurahan cairan dari peritoneum. Umumnya ada cukup asam dari lambung, sehingga peritonitis bakterialis tidak berkembang sampai lanjut. Tetapi peritonitis kimiawi awal menyebabkan nyeri demikian parah, sehingga biasanya pasien berbaring tenang dengan lutut fleksi.7
    umumnya pasien mengeluh nyeri tekan epigastrium dan spasme otot tak involunter. Khas ia telah digambarkan sebagai rigiditas seperti papan. Bunyi peristaltik berkurang dan demam umumnya ringan. Pada sekitar sepertiga pasien, mulainya nyeri tidak dramatis dan mungkin menyebabkan kelambatan dalam diagnosis.             
  8. Obstruksi usus Obstruksi dapat timbul di tempat mana pun sepanjang saluran cerna, tetapi kita akan kuatir sendiri dengan obstruksi usus besar dan halus. Sebagai patokan utama, lebih proksimal tingkat obstruksi, maka lebih akut gejala yang timbul. Obstruksi tingkat tinggi dalam usus halus disertai dengan akutnya mulai nyeri abdomen parah seperti kolik dan sering disertai dengan beberapa episode muntah. Dalam obstruksi usus besar, mulainya gejala relatif menahun. Gejala obstruksi usus tidak statis. Obstruksi dapat menyebabkan iskemia yang diikuti oleh perporasi dan kolaps vaskuler iskemik.  Obstruksi usus relatif jarang terjadi pada masa bayi, atresia dan stenosis usus merupakan penyebab tersering pada neonatus dan intusepsi mulai meningkat pada bayi hingga menderkati usia prasekolah. Obstruksi usus halus pada dewasa sering terjadi akibat perlengketan pasca bedah dan hernia inguinalis inkarserata. Penyebab obstruksi usus besar yang sering terjadi dewasa adalah karsinoma, divertikulum dan obstipasi. Khas mulainya nyeri pada obstruksi usus halus relatif akut, sedangkan dalam obstruksi usus besar, nyeri dimulai lebih lambat. Distribusi nyeri dalam obstruksi usus halus pada epigastrium atau periumbilikus, sedangkan dalam obstruksi usus besar, nyeri tersering digambarkan dalam hypogastrium. Khas obstruksi tampil bersama bersama nyeri episodik kolik yang sering diperhebat oleh inspirasi dalam.  Muntah khas obstruksi khas usus. Kadang-kadang ia mempunyai endapan dan harus selalu memperhatikan hubungan mulainya nyeri dengan mulainya muntah. Pasien harus ditanyakan tentang konstipasi, obstipasi dan pengeluaran flatus belakangan ini. Riwayat melena atau tinja berwarna darah menggambarkan karsinoma sebagai sebab obstruksi usus besar. Pasien harus ditanyakan tentang episode nyeri sebelumnya yang sama dengan episode belakangan ini. Pasien bisa memberikan riwayat khas penyakit divertikulum sebelumnya yang menggambarkan dasar obstruksi saat ini. Di samping itu, seharusnya mendapatkan riwayat operasi sebelumnya atau penggunaan obat psikotropik. Obstruksi usus tampil dengan nyeri episodik. Sering pasien nyaman diantara episode nyeri. Nyeri menetap pada obstruksi menunjukkan adanya strangulasi dan perporasi mengancam. Sewaktu mengevaluasi pasien obstruksi usus, maka dilakukan auskultasi sebelum palpasi atau perkusi. Dokter mendengarkan bunyi usus selama beberapa menit. Pada obstruksi, akan terdengar bunyi usus hiperaktif dengan dorongan dan bernada tinggi. Palpasi lembut atas abdomen akut pada pasien obstruksi usus menunjukkan distensi dan nyeri tekan dalam derajat bervariasi. Penting agar semua yang mungkin tempat hernia dipalpasi tekun untuk menyingkirkan penyebab obstruksi yang lazim. Perkusi lembut abdomen pada pasien obstruksi dapat ditemukan hiperresonansi. Pemeriksaan rektum sangat penting dalam semua pasien yang dievaluasi untuk obstruksi usus. Sering tersangkutnya tinja merupakan sebab obstruksi pada orang tua atau pasien yang dirawat inap. Darah makroskopik atau positivitas guaiak pada pasien yang sedang dievaluasi untuk obstruksi usus besar sesuai dengan adanya karsinoma rektum. Tak jarang mampu mempalpasi karsinoma rektum yang menyummbat pada pemeriksaan rektum.
  9. Urolitiasis (Batu Saluran Kemih) Batu dalam saluran kencing suatu sebab nyeri abdomen dan flank. Biasanya batu terbentuk di dalam pelvis renalis dan gejala timbul denga lewatnya batu ke dalam ureter atau sebagai akibat infeksi. Dehidrasi kronik suatu sebab penting pembentukan batu dan bisa bertanggung jawab untuk tingginya insidens urolitiasis dalam iklim tropis atau pada pasien daire kronik. Sering pasien mempunyai riwayat penyakit dahulu atau penyakit keluarga pembentukan batu.
    Gejala awal urolitiasis merupakan nyeri flank unilateral yang cepat menjadi menyiksa. Nyeri seperti kram dimulai di sisi tubuh atau punggung serta bisa menjalar ke bagian bawah abdomen, genitalia atau sisi dalam paha. Karena batu progresif ke distal di dalam traktus urinarius, maka nyeri bisa juga berlanjut. Migrasi nyeri yang khas ini khas untuk urolitiasis dan bisa membantu membedakan nyeri dari sebab lain nyeri abdomen.
  10. Iskemia mesentrika akut Ada empat sebab utama iskemia mesentrika akut, yaitu embolisasi, penyakit nonoklusif, trombosis arteri  dan trombosis vena. Sembilan puluh delapan persen pasien iskemia mesentrika akut tampil dengan nyeri abdomen hebat. Gejala yang sering muncul antara lain adalah mual, muntah, diare dan perdarahan gastrointestinalis. Terlalu sering diagnosis iskemia mesentrika akut ditegakkan terlambat, sehingga keseluruhan usus halus telah infark pada waktu pasien mencapai rumah sakit. Dengan diagnosis dan terapi bedah dini, mungkin dapat menyelamatkan yang usus iskemik.

Jumat, 30 November 2012

MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Sehat merupakan kondisi optimal fisik, mental dan sosial seseorang sehingga dapat memiliki produktivitas, bukan hanya terbebas dari bibit penyakit. Kondisi sehat dapat dilihat dari dimensi produksi dan dimensi konsumsi. Dimensi produksi memandang keadaan sehat sebagai salah satu modal produksi atau prakondisi yang dibutuhkan seseorang sehingga dapat beraktivitas yang produktif.
Salah satu upaya mewujudkannya dalam industri dikembangkan konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dimensi konsumsi menjelaskan manfaat sehat sebagai kondisi yang dibutuhkan setiap manusia untuk dinikmati sehingga perlu disyukuri. Dimensi ini melahirkan pemahaman upaya manusia untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan agar terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Usaha-usaha preventif dan promotif seperti gizi, sanitasi, konseling genetika, asuransi, estetika termasuk di dalamnya.
            Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, mempromosikan kesehatan dan efisiensi dengan menggerakkan potensi seluruh masyarakat. Konsep kesehatan masyarakat berkaitan dengan perubahan perilaku sehat akan lebih terbentuk dan bertahan lama bila dilandasi kesadaran sendiri (internalisasi) sehingga konsep upaya sehat dari, oleh dan untuk masyarakat sangat tepat diterapkan.
            Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan konsep Desa Siaga yang menggunakan pendekatan pengenalan dan pemecahan masalah kesehatan dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Peranan petugas kesehatan sebagai stimulator melalui promosi kesehatan dilakukan dengan memberikan pelatihan penerapan Desa Siaga. Kegiatan diwujudkan melalui rangkaian pelatihan mengidentifikasi masalah kesehatan dengan mengenalkan masalah kesehatan dan penyakit yang banyak terjadi dalam lingkungan mereka dilanjutkan survey mawas diri (SMD) dan aplikasi upaya mengatasi yang disepakati masyarakat berupa musyawarah masyarakat desa (MMD). Harapan pemerintah agar upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat lebih cepat dan lebih awet karena masyarakat mampu mandiri untuk sehat.
            Tanpa pemahaman terhadap penyakit dan masalaah kesehatan masyarakat oleh petugas kesehatan maka tidak akan memiliki dasar pemahaman yang kuat. Implikasinya akan terjadi     semakin jauh kesenjangan pemahaman konsep penyakit dan masalah kesehatan antara petugas kesehatan dan masyarakat sehingga gagal dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah Kesehatan Masyarakat
            Untuk memahami masalah kesehatan yang sering ditemukan di Indonesia perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah perilaku kesehatan, lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan menimbulkan berbagai masalah lanjutan seperti masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan penyakit-penyakit baik menular maupun tidak menular. Masalah kesehatan tersebut dapat terjadi pada masyarakat secara umum atau komunitas tertentu seperti kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan kelompok pekerja.
  1. Masalah Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat  memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatn sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat.
Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green dilatarbelakangi 3 faktor pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu melakukan intervensi terhadap ketiga faktor tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
  1. Masalah Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.
     2. Penyehatan lingkungan pemukiman
Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m2 per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas dapur dan  ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan dan masalah sosial.
     3. Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumber-sumber air minum dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern agar layak diminum.
Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.
     4.  Pengelolaan limbah dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia. Pengelolaan limbah dan sampah  yang tidak tepat akan menimbulkan polusi terhadap kesehatan lingkungan.
Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan pengolahan limbah kotoran manusia berupa jamban dan septic tank harus memenuhi syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik serta bahan berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air dan tanah sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah yang tidah berbahaya. Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air limbah dilakukan secara sederhana dan modern. Secara sederhana pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi, sedangkan secara modern menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (SPAL/IPAL).
  1. Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah, sekolah, pasar dan lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat pengolahan makanan (pabrik atau industri makanan) dan tempat penjualan makanan (toko, warung makan, kantin, restoran, cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan, ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.
    2.  Masalah Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat kesehatan optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar membutuhkan syarat ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan.
Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku sehat masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta membutuhkan prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang profesional), sumber daya sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung) seta sumber daya dana (pembiayaan kesehatan).
   3.  Petugas kesehatan yang profesional
Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi). Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan di bawah standar akibat kedua syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga sesuai kompetensi atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan standar pelayanan belum dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan dan keterpaksaan. Walaupun pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi tenaga kesehatan maupun program peningkatan kompetensi dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh petugas kesehatan mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas kesehatan yang masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan. Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
  1. Sarana bangunan dan pendukung
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan saat ini diatasi dengan konsep Desa Siaga yaitu konsep memandirikan masyarakat untuk sehat. Sayangnya kondisi tersebut tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat karena lebih dominannya perilaku sakit. Pemerintah sendiri selain dana APBN dan APBD, melalui program Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) Puskesmas dan program pengembangan sarana pelayanan kesehatan rujukan telah banyak meningkatkan mutu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Indonesia.
     2. Pembiayaan kesehatan
Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang merupakan faktor pendukung (enabling factors) masyarakat untuk berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui asuransi kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja sektor industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal dan asuransi perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya kuratif yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi atau habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma masyarakat menjadi Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan secara terus menerus.
     3. Masalah Genetik
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti hemophilia, Diabetes Mellitus, infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah sosial seperti keretakan rumah tangga sampai perceraian, kemiskinan dan kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang timbul akibat faktor genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap penyebab genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil keputusan (tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa wilayah). Intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui konseling genetik, penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan pentingnya pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau masalah kesehatan pada keturunannya.
SIMPULAN
Kesehatan masyarakat memiliki tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menggerakkan seluruh potensi masyarakat. Dapat diartikan bahwa perilaku sehat masyarakat harus ditingkatkan dan dipelihara oleh petugas kesehatan. Kondisi masalah kesehatan di Indonesia sebagian besar terkait perilaku masyarakat dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung menuju perilaku hidup sehat. Upaya merubah perilaku masyarakat menjadi perilaku sehat dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan atau secara khusus promosi kesehatan. Atas dasar keadaan tersebut maka wajib bagi petugas kesehatan memiliki kompetensi melakukan promosi kesehatan.

Ponsel Sebabkan Masalah Kesehatan

TANPA disadari, ponsel sudah secara dramatis mengubah cara kita menjalani hidup. Namun, ada potensi risiko kesehatan yang dapat muncul dari perangkat ponsel yang Anda gunakan.

Ponsel secara tidak langsung telah mengubah seseorang menjadi nomophobia, yaitu ketergantungan psikologis pada ponsel karena ponsel sudah menjadi perangkat yang nyaman untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Sebuah survei menunjukkan dari 2.097 orang, 94 persen di antaranya takut pergi keluar tanpa membawa ponsel mereka, 73 persen di antaranya merasa panik, demikian yang dilansir Everydayhealth.

Pemakaian ponsel dengan cara mengetik keypad dengan cepat dan berulang-ulang dapat mengakibatkan rasa sakit dan peradangan. Ketika Anda berkutat berjam-jam dengan posisi membungkuk atau tertekuk ke depan menggunakan ponsel Anda, tekanan tersebut dapat menciptakan kondisi radang sendi tulang dan tekanan pada tulang belakang.

Kebanyakan orang akan membawa ponselnya kemana-mana, bahkan ke toilet. Tetapi, apakah Anda bisa menjaga ponsel Anda tetap bersih? Salah satu studi di Inggris bahkan menemukan kotoran manusia dalam satu di antara enam ponsel

TBC MASALAH KESEHATAN DUNIA

 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Demikian penjelasan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama pada acara temu media di kantor Kemkes, 18 Februari. Acara ini dilakukan sebagai rangkaian Hari TB Sedunia (HTBS) yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Tema Global HTBS adalah On the Move Against Tuberculosis, Transforming the Fight Towards Elimination. Sementara tema Nasional HTBS adalah Terobosan Melawan Tuberkulosis menuju Indonesia Bebas TB.
Menurut Prof. Tjandra Yoga, sedikitnya ada 3 faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia. Waktu pengobatan TB yang relatif lama (6 – 8 bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop) setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai. Selain itu, masalah TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB-MDR (Multi Drugs Resistant=kebal terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana penderita tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan muncul.

Penyakit TB juga berkaitan dengan economic lost yaitu kehilangan pendapatan rumah tangga
Menurut WHO, seseorang yang menderita TB diperkirakan akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 3 – 4 bulan. Bila meninggal akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 15 tahun.

“Dari sini dapat dihitung kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh TB. TB sangat erat dengan program pengentasan kemiskinan. Orang yang miskin akan menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan tertular dan sakit TB, begitu sebaliknya orang terkena TB akan mengurangi pendapatannya,” ujar Prof. Tjandra.  

Dunia telah menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs. Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi, Mortalitas, Penemuan kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4 indikator tersebut 3 indikator sudah dicapai oleh Indonesia, angka kematian yang harus turun separuhnya pada tahun 2015 dibandingkan dengan data dasar (baseline data) tahun 1990, dari 92/100.000 penduduk menjadi 46/100.000 penduduk. Indonesia telah mencapai angka 39/100.000 penduduk pada tahun 2009. Angka Penemuan kasus (case detection rate) kasus TB BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia telah mencapai angka 73,1% pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun 2010. Angka ini akan terus ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015 sesuai target RJPMN. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah mencapai lebih dari 85%, yaitu 91% pada tahun 2009.

Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China. 

Menurut Prof. Tjandra Yoga, Program TB Nasional telah mencapai target dunia sejak tahun 2005 dengan penemuan kasus TB BTA (Basil Tahan Asam) positif sekitar 70% dan mencapai keberhasilan pengobatan lebih dari 85% bahkan sejak tahun 2000. Penemuan dengan lebih dari 70% dan keberhasilan pengobatan >85% secara berurut lebih dari 5 tahun akan menurunkan prevalensi dan penurunan insidens.

Strategi nasional pengendalian TB telah sejalan dengan petunjuk internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB), serta konsisten dengan Rencana Global Penanggulangan TB yang diarahkan untuk mencapai Target Global TB 2005 dan Tujuan Pembangunan Milenium 2015.

Strategi yang direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk mempertahankan control terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak; pengobatan teratur selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus; dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan program.

Selain itu, rencana global penanggulangan TB didukung oleh 6 komponen dari Strategi Penanggulangan TB baru yang dikembangkan WHO, yaitu mengejar peningkatan dan perluasan DOTS yang berkualitas tinggi, menangani kasus ko-infeksi TB-HIV, kekebalan ganda terhadap obat anti TB dan tantangan lainnya, berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan, menyamakan persepsi semua penyedia pelayanan, memberdayakan pasien TB dan masyarakat serta mewujudkan dan  mempromosikan penelitian

DOTS sangat penting untuk penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan tetap menjadi komponen utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus diperluas, termasuk pengelolaan kasus kekebalan obat anti TB, TB terkait HIV, penguatan sistem kesehatan, keterlibatan seluruh penyedia layanan kesehatan dan masyarakat, serta promosi penelitian.

Pada peringatan HTBS 2011 dilaksanakan beberapa acara diantaranya Kongres Nasional TB tanggal 25-26 Maret 2011, Pameran Kesehatan dan Bazar Kelompok Masyarakat Peduli TB, dan Senam Akbar di Monas tanggal 27 Maret 2011. Sementara Acara Puncak Peringatan HTBS, tanggal 24 Maret 2011 diselenggarakan di Istana Wakil Presiden.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id , info@depkes.go.id , kontak@depkes.go.id .

MAKALAH DAMPAK MEROKOK BAGI KESEHATAN DAN LINGKUNGAN



MAKALAH DAMPAK MEROKOK BAGI KESEHATAN DAN LINGKUNGAN





Oleh:
MUHAMMAD RIZAL FAHMI




I. PENDAHULUAN


Penyusun memilih judul ini berusaha untuk mengungkap kasus tentang Pelanggaran pelanggaran khususnya untuk para perokok. Mudah-mudahan ini dapat menyadarkan akibat dan bahaya yang ditimbulkan dari rokok bagi para perokok.


Lebih dari 70.000 publikasi hasil penelitian medis yang membuktikan pengaruh buruk akibat rokok. Dari data di Indonesia, sebagian besar perokok berasal dari kalangan penduduk miskin. Secara tidak disadari, keluarga miskin meningkatkan alokasi anggaran untuk rokok yang mengakibatkan anggaran untuk makanan pokok harus dikurangi. Bila dalam keluarga semacam ini terdapat anak kelompok balita, akan mengakibatkan kebutuhan gizi yang kurang sehingga dapat menyebabkan penyakit busung lapar.


Sudah merupakan kesepakatan masyarakat dunia untuk membuat Perjanjian Internasional dalam pengendalian rokok, yang dimulai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara sistematik sejak tahun 1999 dan perumusannya selesai tahun 2003. Indonesia termasuk negara yang aktif memberikan sumbangan pikiran yang melahirkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Namun Indonesia tidak bersedia menandatanganinya pada tahun 2003 oleh karena pemerintah menganggap Indonesia belum siap.


Menurut Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO, produk tembakau adalah produk yang dibuat dengan menggunakan seluruh atau sebagian dari daun tembakau sebagai bahan dasar yang diproduksi untuk digunakan sebagai rokok yang dikonsumsi dengan cara dihisap, dikunyah, atau disedot. Produk tembakau ksususnya rokok dapat berbentuk Sigaret, Kretek, Lights, Mild, Cerutu, Lintingan, menggunakan pipa, tembakau yang disedot, dan tembakau tanpa asap.


II. BAHAYA ROKOK
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh masyarakat. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.

Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian terbagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002 : 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin.

Efek dari rokok/tembakau memberi stomulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran jiwa, Psikiatri, 1979 : 33)
Beberapa risiko kesehatan bagi perokok berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 antara lain :
Di Indonesia rokok menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisima pada tahun 2001.
Rokok merupakan penyebab dari sekitar 5 % stroke di Indonesia.
Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.
Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan ataupun terkena asap rokok dirumah atau di lingkungannya beresiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah.
Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan juga risiko mendapatkan penyakit jantung.
Lebih dari 43 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun tinggal dengan perokok di lingkungannya mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan asma.
Disamping itu beberapa penyakit akibat merokok menurut Badan POM RI antara lain:

Penyakit jantung dan stroke.

Satu dari tiga kematian di dunia berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke. Kedua penyakit tersebut dapat menyebabkansudden death( kematian mendadak).

Kanker paru.

Satu dari sepuluh perokok berat akan menderita penyakit kanker paru. Pada beberapa kasus dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian, karena sulit dideteksi secara dini. Penyebaran dapat terjadi dengan cepat ke hepar, tulang dan otak.

Kanker mulut.

Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi dan penyakit gusi.

Osteoporosis.

Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.

Katarak.

Merokok dapat menyebabkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.

Psoriasis.

Perokok 2-3 kali lebih sering terkena psoriasis yaitu proses inflamasi kulit tidak menular yang terasa gatal, dan meninggalkan guratan merah pada seluruh tubuh.

Kerontokan rambut.

Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan.

Dampak merokok pada kehamilan.

Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan dapat meningkatkan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Risiko keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena Karbon Monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.

Impotensi.

Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.



III. TIPE-TIPE PEROKOK
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor in Smoking, 1978) menambahkan 3 sub tipe ini :
a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b. Stimulation to pik them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok, misalnya merokok dengan pipa.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological addiction. Bagi yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis.

Tempat merokok juga mencerminkan perilaku si perokok, yang dapat digolongkan atas :

1. Merokok di tempat umum.

Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area.
Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang lain yang tidak merokok). Pada tipe ini tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata krama, bertindak kurang terpuji serta kurang sopan.

2. Merokok di tempat yang bersifat pribadi

Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Pada tipe ini individu tergolong kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.



IV. UPAYA PENANGGULANGAN BAHAYA ROKOK BAGI KESEHATAN


Betapa sulitnya memberantas kebiasaan merokok. Hampir semua orang mengetahui bahwa racun nikotin yang terdapat dalam asap rokok membahayakan bagi kesehatan. Bukan hanya untuk perokok itu sendiri melainkan juga untuk orang-orang disekitarnya yang ikut menghisap asap tersebut (perokok pasif). Selain itu, asap rokok juga mengganggu hubungan sosial antara perokok dan bukan perokok.

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (Psikologi Lingkungan,1992) orang-orang yang merokok tidak mau menghentikan kebiasaannya karena beberapa alasan, antara lain :
Faktor kenikmatan (kecanduan nikotin).
Status ( simbol kelaki-lakian).
Mengakrabkan hubungan sosial sesama perokok.

Pengendalian masalah rokok sebenarnya telah diupayakan diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dibeberapa tatanan dan sebagian wilayah Jakarta, Kota Bogor, Kota Cirebon dan sebagainya.Begitu juga beberapa lintas sektor seperti Departemen Perhubungan dengan menetapkan penerbangan pesawat menjadi penerbangan tanpa asap rokok, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan sekolah menjadi kawasan tanpa rokok, serta beberapa Pemda yang menyatakan tempat kerja sebagai kawasan tanpa asap rokok.

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau arena yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, ataupun penggunaan rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok perlu diselenggarakan di tempat umum, tempat kerja, angkutan umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak, institusi pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan.

Tujuan umum dari Kawasan Tanpa Rokok adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok. Sedangkan tujuan khusus penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
Mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.
Memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok.
Menurunkan angka perokok.
Mencegah perokok pemula.
Melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).
Disamping itu, manfaat penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
Bermartabat, yakni menghargai dan melindungi hak asasi bukan perokok.
Ekonomis :
Meningkatkan produktivitas.
Mengurangi beban biaya hidup.
Menurunkan angka kesakitan.
Menciptakan tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, institusi pendidikan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum yang sehat, aman dan nyaman.

Dari keterkaitan berbagai aspek yang ada dalam permasalahan merokok, maka penanggulangan masalah merokok bukan saja menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan tanggung jawab berbagai sektor yang terkait dengan minimal menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja masing-masing. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok diberbagai tatanan dapat diwujudkan melalui penggalangan komitmen bersama untuk melaksanakannya. Dalam hal ini peran lintas sektor sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan dari penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai salah satu upaya penanggulangan bahaya rokok.


Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok menjadi alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang ditunjukkan dengan keadaan hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum umur 19 tahun. Bahkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2003 meyebutkan usia 8 tahun sudah mulai merokok.
V. KESIMPULAN

  1. Dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan non fisik keluarga, hubungan orang tua-anak yang serasi menunjukkan adanya kemampuan orang tua untuk mendeteksi gejala yang memungkinkan timbulnya permasalahan pada anak. Dengan demikian diharapkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok dapat dimulai terlebih dahulu dari dalam lingkungan keluarga karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat.
  1. Tidak merokok di dalam rumah merupakan salah satu bentuk dari Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam bidang Gaya Hidup Sehat. Jika di dalam rumah terdapat keluarga yang merokok maka dapat mengakibatkan ruangan terasa pengap, akibatnya keadaan di dalam rumah menjadi tidak nyaman. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik keluarga perlu adanya upaya menciptakan rumah yang sehat antara lain dengan mengatur kualitas sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik.
3. Dengan ditetapkannya Kawasan Tanpa Rokok diharapkan perokok tidak merokok di tempat-tempat ramai atau tempat-tempat umum sehingga tidak merugikan orang lain yang ada disekitarnya.